Jumat, 11 Januari 2013

Tulisan ke 17 Mata Kuliah Bahasa Indonesia II (Ironi Dana Tak Bertuan di Jamsostek)


Ironi Dana Tak Bertuan di Jamsostek


Dua tahun sejak diumumkan pada 2010 lalu, baru sekitar Rp 500 miliar dari Rp 4,9 triliun dana tak bertuan di Jamsostek yang berhasil disalurkan. Dana tak bertuan adalah istilah bagi sejumlah dana peserta Jamsostek untuk jaminan hari tua (JHT) yang belum dicairkan karena ketidakjelasan siapa dan di mana pemiliknya. Dana tak bertuan itu merupakan hak sekitar 7 juta peserta Jamsostek yang sudah non aktif. Dari jumlah itu, baru beberapa ratus ribu peserta yang mencairkan dana JHT-nya. Masih ada 6 juta lebih peserta yang mungkin saat ini sebagian besar di antaranya harus menjalani hari tua dalam kondisi sangat memprihatinkan. 

Meski besarnya dana tak bertuan di Jamsostek tersebut dinilai masih dalam batas kewajaran yang disepakati oleh lembaga penyelenggara jaminan sosial internasional yakni 5 persen dari total sekitar Rp 106 triliun dana yang dikelola Jamsostek, namun ada dana menganggur dalam jumlah yang tidak sedikit adalah sebuah ironi di tengah maraknya problematika yang dihadapi oleh banyak pekerja kita terutama di masa tuanya. 

Dampak Kurangnya Sosialisasi

Besarnya dana tak bertuan yang belum dicairkan peserta non aktif Jamsostek disebabkan oleh banyak factor mulai data yang tidak lengkap, komunikasi yang terputus hingga ketidaktauan peserta sendiri jika dirinya adalah peserta Jamsostek. Dari sejumlah factor ini, factor ketiga nampaknya adalah factor yang paling utama. Jangankan beberapa puluh tahun lalu saat-saat pertama program Jamsostek ada, sampai saat inipun masih banyak pekerja terutama pekerja di sektor informal yang tidak paham apa itu Jamsostek dan bahwa perusahaan wajib mendaftarkannya sebagai peserta. Terbukti, hingga September 2011 atau hampir 34 tahun sejak PT Jamsostek berdiri, peserta aktif Jamsostek baru mencapai 10,3 juta orang secara nasional.

Pun ketika kemudian kepesertaan Jamsostek semakin mudah, bisa dilakukan atas inisiatif sendiri tanpa harus didaftarkan perusahaan dan memungkinkan pekerja informal juga bisa menjadi peserta, tetap saja penambahan jumlah peserta Jamsostek tidak cukup signifikan. Tentu ini sangat disayangkan karena dalam banyak kondisi, kehadiran Jamsostek seringkali menjadi malaikat penolong bagi pekerja. Seperti di saat sakit, saat di-PHK atau mengalami kecelakaan kerja hingga memiliki sedikit bekal untuk hari tua.

Sosialisasi yang kurang telah mengakibatkan banyak pekerja tidak tahu akan haknya untuk menjadi peserta Jamsostek. Belum adanya sanksi yang tegas dari pemerintah membuat banyak perusahaan yang dengan sengaja tidak mendaftarkan pekerjanya sehingga banyak fasilitas dan kemudahan tidak bisa dimanfaatkan oleh pekerja. Dan yang tak kalah ironis, kurangnya sosialisasi juga telah mengakibatkan banyak peserta pada akhirnya tidak bisa memanfaat dana JHT-nya padahal mungkin saja sebagian besar dari mereka sangat memerlukannya saat ini.

Pelajaran Berharga bagi Jamsostek

Kasus dana tak bertuan bisa menjadi masukan sangat berharga bagi Jamsotek yang tak lama lagi akan mengemban amanah lebih besar seiring dengan disahkannya UU Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) pada 28 Oktober 2011 lalu. Dengan menjadi BPJS II atau BPJS Ketenagakerjaan yang bertugas menyelenggarakan jaminan kecelakaan kerja, jaminan kematian, jaminan hari tua, dan jaminan pensiun paling lambat bulan Juli 2015, Jamsostek akan mengurusi peserta yang jauh lebih banyak.

Salah satu evaluasi yang dilakukan Jamsostek terkait kasus dana tak bertuan karena data yang kurang lengkap adalah mulai tahun 2011 dalam formulir Jamsostek telah dicantumkan alamat dan keluarga yang bisa dihubungi. Ke depan, Jamsostek akan membuatkan registrasi beserta alamat peserta dan keluarga atau ahli waris untuk mengantisipasi agar Jamsostek tidak kehilangan kontak saat dibutuhkan. Catatan lain yang juga harus diperhatikan oleh Jamsostek adalah transparansi keuangan yang lebih terbuka pada public. Sebagaimana diketahui, masalah dana tak bertuan baru diumumkan pada 2010 lalu. Andai saja Jamsostek mengumumkannya jauh sebelum itu, sangat mungkin akan lebih banyak peserta non aktif yang mencairkan dana JHT-nya. Transparansi juga sangat diharapkan dalam proses pencairan dana pada peserta agar tidak muncul kecurigaan dana diselewengkan pada yang bukan haknya.

Pertanyaannya kemudian, sampai kapan batas waktu yang ditetapkan untuk menyalurkan dana tak bertuan setelah segenap upaya dilakukan agar pencairan bisa optimal? Idealnya, masalah dana tak bertuan bisa tuntas sebelum PT Jamsostek bertransformasi menjadi BPJS II yakni 1 Januari 2014. Ini artinya tersisa waktu tidak sampai dua tahun bagi Jamsostek untuk menyalurkan dana tak bertuan yang masih tersisa sekitar Rp 4,4 triliun. Jika dalam waktu 2 tahun sebelumnya dana yang dicairkan hanya sekitar sepersepuluhnya saja, sangat mungkin dalam waktu dua tahun ke depan, dana tak bertuan masih akan tersisa. Berapapun jumlahnya, Jamsostek berkewajiban mengumumkan ke public secara terbuka. Dan kita berharap dana tersebut nantinya bisa dimanfaatkan secara benar terutama untuk kepentingan masyarakat kecil. Salah satunya bisa menjadi dana tambahan bagi BPJS untuk menyelenggarakan jaminan social yang lebih baik dan merata bagi seluruh rakyat Indonesia di mana para pemilik dana tak bertuan yang belum mencairkan dananya adalah satu di antaranya.

Sumber:
http://www.ririnhandayani.blogspot.com/2013/01/ironi-dana-tak-bertuan-di-jamsostek.html

Tidak ada komentar:

Posting Komentar